Pemerintah Kota (Pemkot) Bukittinggi, Sumatra Barat (Sumbar), mulai mempercantik wajah Jam Gadang. Jam yang menjadi ikon daerah dan wisata Sumatra Barat itu bakal dicat ulang dan mendapat per baikan bangunan pendukungnya.
Perbaikan ini menjadi atraksi wisata tersendiri bagi para warga yang lalu lalang di kawasan menara jam setinggi 26 meter itu.
Kawasan jalan Parak Kubang Guguk Panjang Bukittinggi memang menjadi pusat aktivitas warga karena dekat dengan tiga pasar, masjid, dan Istana Bukittinggi.
Kepala Seksi Peninggalan Sejarah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)
Bukittinggi Firdaus, di Bukittinggi, Kamis (12/5), mengatakan, perbaikan yang akan dilakukan, di antaranya, perbaikan atap gonjong Jam Gadang, saluran air, dan pagar.
"Perawatan ini menghabiskan dana mencapai Rp 170 juta," kata Firdaus saat diwawancara Antara. Perawatan Jam Gadang diperkirakan memakan waktu selama 40 hari.
Diharapkan, menjelang Lebaran nanti, wajah Jam Gadang yang lebih segar sudah bisa dinikmati warga dan wisatawan.
Firdaus menjelaskan, pengecatan ulang harus dilakukan karena kondisi monumen Jam Gadang saat ini kusam. Catnya pun bukan sembarangan. Menara Jam Gadang harus dicat dengan cat khusus. Namun, Firdaus tak memerinci cat khusus macam apa.
Sementara, untuk atap gonjong, dilakukan perbaikan pada kayu yang sudah mulai lapuk.
"Selain itu, pagar yang mengelilingi monumen juga diperbaiki dengan cara memperkecil ruang di bagian bawah pagar agar anak-anak tidak bebas masuk ke dalam area monumen Jam Gadang," lanjut Firdaus.
Untuk saluran air, akan dibuatkan saluran baru. Saluran ini penting agar saat setelah hujan, tidak ada lagi genangan air di dalam area lingkar objek wisata itu.
Jam Gadang dibangun pada 1926 oleh duet arsitek lokal, Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Biaya pem bangunannya ketika itu mencapai 3.000 gulden. Mesin jamnya didatangkan khusus dari Rotter dam, Belanda. Jamnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada kontrolir (sekretaris kota) Bukittinggi ketika itu.
Mesin Jam Gadang dibuat di pabrik Vortmann Relinghausen. Pabrik ini hanya membuat dua unit mesin jam serupa Jam Gadang. Yang satu digunakan di Jam Ga dang, satunya lagi dipasangkan di `kembaran'
menara jam Big Ben, London, Inggris.
Salah satu yang khas dari Jam Gadang ada lah atapnya. Bentuk atapnya saat ini meng - ikuti bentuk atap rumah khas Minangkabau.
Yaitu, gaya yang disebut bagonjong dengan bentuk melengkung ke ba wah dan berujung lancip. Namun, ternyata atap Jam Gadang tak selamanya berbentuk seperti itu.
Pada masa masih dikuasai Belanda, bentuk Jam Gadang justru bulat di pucuknya.
Di atas jam yang berdiameter 80 cm itu bertengger patung ayam jantan. Pergantian gaya Jam Gadang terjadi saat Belanda kalah perang dan Jepang masuk ke Bukittinggi.
Bagian atap Jam Gadang diubah menjadi mirip atap kelenteng.
Gaya atap jam berubah lagi saat Indonesia merdeka. Warga lokal memilih gaya atap bagonjong rumah adat Minangkabau. Gaya inilah yang terus dijaga sampai sekarang.
Ada satu misteri juga di bagian jamnya.
Kalau kita melihat lebih lekat, angka `4' di Jam Gadang ben tuknya berbeda. Jam ini memang menggunakan angka romawi sebagai penunjuk waktu. Namun, di angka `4' yang harusnya berbentuk `IV', justru dituliskan `IIII'.
Mengapa dipilih demikian, konon masih misterius musababnya.
Perawatan Jam Gadang menjadi suguhan tersendiri bagi warga yang melintas di taman ikon wisata Kota Bukittinggi itu. Salah seorang warga, Rahmi, berpendapat, perawatan Jam Gadang itu cukup menarik perhatiannya karena perawatan secara menyeluruh tersebut tidak dilakukan setiap saat.
Warga lainnya, Zia, mengatakan, perawatan tersebut sudah seharusnya dilakukan karena monumen kebanggaan itu sudah tampak pudar.
"Apalagi, sebentar lagi puasa, lalu Lebaran. Jam Gadang selalu jadi pusat keramaian sehingga harus selalu tampak indah bagi para pengunjung yang datang," kata Zia. antara/gosumatra/wisatabukittingi, ed: Stevy Maradona
Source ↔ Listen MP3 Music