Mendorong Peningkatan Kredit Perbankan


Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan menjadi tujuh hari repo yang sekarang ini tingkatannya adalah 5,5 persen dan akan mulai diberlakukan pada 19 Agustus 2016. Repo adalah pertukaran obligasi pemerintah (SUN) antara BI dan bank dalam waktu dan suku bunga tertentu.

Sedangkan, suku bunga kebijakan yang sebesar 6,75 persen dipertahankan dengan menyamakannya sebagai tenor 12 bulan. Dengan penetapan suku bunga kebijakan ini, diharapkan transmisi kebijakan moneter dengan suku bunga perbankan dapat berjalan lebih baik dan suku bunga deposito serta pinjaman dapat menurun seperti yang diharapkan pemerintah dan dunia usaha.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan bunga deposito untuk bank dalam BUKU IV sebesar BI Rate ditambah dengan 100 bps atau satu persen, dan BUKU III ditambah 75 bps atau 0,75 persen. OJK belum menjelaskan apakah akan mempertahankan referensi pada BI Rate ini atau mengubahnya dengan repo tujuh hari. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga akan menyesuaikannya dalam menentukan bunga penjaminan.

Efektivitas dari implementasi kebijakan suku bunga referensi ini tentu akan sangat ditentukan oleh ketersediaan SUN di BI yang dijadikan basis dan kehendak perbankan untuk menggunakan fasilitas repo ini.

Perbankan sendiri menanggapi dorongan penurunan suku bunga ini dengan penurunan bunga deposito sebesar 36 bps atau 0,36 persen dan pinjaman sebesar 16 bps atau 0,16 persen dalam triwulan pertama ini. Penurunan ini tentu saja masih jauh dari yang diharapkan pemerintah dan dunia usaha.

Namun, bagi perbankan, penurunan suku bunga membawa konsekuensi yang serius. Penurunan bunga deposito menyebabkan pengalihan dana ke bank BUKU II yang tidak dibatasi bunga depositonya dan ke instrumen lain, seperti obligasi ritel pemerintah dan pasar modal yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi.

Pertumbuhan dana pihak ketiga pada triwulan pertama ini hanya 5,6 persen dan pertumbuhan kredit 10 persen lebih rendah dari target yang ditetapkan. Harapannya, pertumbuhan kredit pada triwulan kedua akan meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi.

Pertumbuhan kredit bank BUMN pada umumnya lebih tinggi karena dorongan dari pemerintah. Pemerintah juga mengharuskan BUMN yang menempatkan dananya di bank BUMN mendapatkan bunga yang rendah. Tentu saja, hal ini membawa permasalahan tersendiri bagi BUMN, seperti dana pensiun yang masih bergantung penerimaannya pada bunga deposito.

Pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi mengalami perlambatan, sementara pertumbuhan kredit investasi mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur. Namun, indikator yang menunjukkan perkembangan ekonomi semestinya berkaitan dengan pertumbuhan kredit modal kerja yang juga meningkat.

Perbankan juga masih berusaha mengatasi permasalahan kredit macet yang meningkat sekalipun tingkatannya masih dapat dikendalikan, dengan NPL gross sebesar 2,7 persen. Permasalahan rendahnya kualitas dari permintaan kredit juga serius yang membuat bank harus lebih hati-hati dalam meningkatkan penyaluran kredit jika tidak mau terjebak dalam kredit macet.

Sementara itu, debitur yang baik pada umumnya belum meminta peningkatan fasilitas kredit secara berarti karena menunggu perbaikan ekonomi. Debitur yang kualitasnya kurang baik atau yang mempunyai kemungkinan untuk macet yang lebih tinggi yang biasanya mendesak untuk mendapatkan fasilitas kredit.

Jadi, peningkatan alokasi kredit tidaklah hanya ditentukan oleh tingkat suku bunga, tetapi yang lebih penting adalah prospek perkembangan ekonomi dan kualitas dari debitur. Karena itu, stimulasi dan deregulasi terhadap sektor-sektor ekonomi sangat dibutuhkan untuk memberikan prospek ekonomi lebih baik yang selanjutnya difasilitasi dengan peningkatan alokasi kredit.

Peluncuran paket kebijakan ekonomi yang sebentar lagi akan diluncurkan paket ke-12 memberikan harapan pada perbaikan lingkungan kegiatan investasi. Namun, implementasi di tingkat kementerian belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Arah kebijakan liberalisasi untuk meningkatkan investasi asing masih mendapat tantangan di dalam pemerintahan sendiri, belum lagi pertentangan kebijakan di antara kementerian yang berbeda haluan.

Sementara itu, upaya untuk mengejar peningkatan penerimaan pajak di satu sisi memang harus dilakukan dengan rendahnya kepatuhan pajak. Namun, di sisi lain, menyebabkan pengusaha dan konsumen cenderung membatasi kegiatannya untuk menghindarkan kejaran pajak.

Penurunan suku bunga dan peningkatan alokasi kredit memang harus dilakukan, tetapi tidak dapat berjalan hanya dengan kehendak pemerintah dan kebijakan moneter dan regulasi. Prosesnya harus berjalan secara bertahap dengan fasilitasi stimulasi ekonomi yang memberikan prospek ekonomi lebih baik dan kualitas permintaan kredit yang lebih baik juga.

Perlu juga ditekankan pentingnya pengembangan sumber pembiayaan di luar perbankan. Peran ekuitas juga perlu ditingkatkan tidak hanya mendorong peningkatan utang yang semakin tinggi kemungkinan macetnya.

Bagi penentu kebijakan moneter dan regulator, tentunya tidaklah hanya mengikuti kehendak pemerintah untuk membuat tingkat bunga pinjaman satu digit, tetapi juga tetap mempertimbangkan stabilitas sistem keuangan. Penurunan suku bunga haruslah realistis dilihat dari penurunan inflasi, kualitas permintaan kredit, dan prospek ekonomi.  Oleh Umar Juoro


Source → Mendorong Peningkatan Kredit Perbankan


Related Posts To Mendorong Peningkatan Kredit Perbankan


Mendorong Peningkatan Kredit Perbankan Rating: 4.5 Posted by: Unknown

Search Here

Popular Posts

Total Pageviews

Recent Posts