Republika/Prayogi
Serangan bom terjadi di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari 2015. Sejumlah orang tewas dan luka-luka, termasuk orang yang diduga teroris. Wartawan Republika menelusuri kembali kasus itu sejak dari tempat kos terduga hingga lokasi kejadian. Berikut bagian kedua dari enam tulisan.
***
Segelas kopi menemani Untung Sangaji pada Kamis (14/1) pagi. Ia sedang duduk santai menikmati kopi pagi di bagian luar Kafe Walnut di kawasan Sarinah bersama anak buahnya, Tamat Suryani. Beberapa batang rokok habis diisapnya. Untung merupakan anggota dari satuan polairut yang diperbantukan di Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
Polisi berpangkat ajun komisaris besar polisi (AKBP) ini sedang bertugas menjaga di sekitar kawasan tersebut. Ia terperenyak saat mendengar terjadinya ledakan di Starbucks Coffee. Belum sempat beranjak dari tempat duduknya, ledakan susulan di pos polisi depan Sarinah mencuri perhatiannya. Kepanikan terlihat di wajah-wajah setiap orang. Mereka berlarian menjauh dari sumber ledakan.
Namun, Untung tak diajari untuk takut. Ia bergegas mendekati lokasi ledakan di pos polisi bersama Tamat. Rokok kesekian yang baru diisap setengah ia buang ke asbak. Kopinya yang belum habis ditinggalkan. Untung melihat tiga jenazah tergeletak di sana. Dan, seorang anggota polantas terkapar dengan luka robek di paha. Melihat tubuh korban yang dipenuhi paku dan baut, instingnya menyatakan bahwa itu adalah aksi teror.
"Ini bukan ledakan biasa," pikirnya. Ia pun meminta bantuan orang-orang yang telah berkerumun untuk menolong polisi yang terluka tersebut.
**
Kafe Starbucks sudah porak-poranda. Pecahan kaca betebaran di sana-sini. Kepanikan seketika terjadi. Sementara, dahi Adi masih mengucurkan darah dan sebagian lengan kanannya terbakar. Dia sempat berdiskusi dengan rekan-rekannya di luar kedai setelah ledakan terjadi. Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi dan berobat masing-masing.
Orang-orang mulai berduyun-duyun mendekati Starbucks dan pos polisi lalu lintas. Hanya dalam hitungan menit, ratusan orang berkerumun di dua titik lokasi ini. Sementara, Adi menuju mobilnya yang terpakir persis di halaman depan kafe. Adi tak mengetahui adanya ledakan di pos polisi depan pusat perbelanjaan Sarinah. Ia hanya berpikir untuk menyelamatkan diri.
Akan tetapi, tak dinyana, tiba-tiba dor… dor… dor. Rentetan tembakan terdengar. Letupan senjata api terjadi tak lama setelah ledakan mengguncang Starbucks dan pos polisi. Suara tembakan pertama kali didengar Adi ketika mengeluarkan mobil dari parkiran. "Astaga, ini apa lagi," gumamnya.
Adi bergegas menuju ke Jalan MH Thamrin melalui pintu parkir gedung Skyline. Ia menerobos melawan arah menuju Jalan Kebon Sirih. Tanpa pikir panjang, ia lantas memacu mobilnya menuju rumah sakit MMC di Kuningan, Jakarta Selatan.
**
Sesaat sebelum letupan tembakan terjadi, dua orang berdiri berdekatan di Jalan Thamrin sisi timur atau arah menuju Bundaran HI. Keduanya terlibat percakapan di tengah kerumunan massa tak jauh dari pos polisi. Percakapan meraka tak lama. Keduanya kemudian berpencar. Mereka adalah Muhammad Ali dan Afif alias Sunakim. Masing-masing di tangannya sudah memegang senjata dengan menggendong ransel di punggungnya. Langkahnya menapak pasti dan tampak tak ada keraguan.
Afif berjalan mendekati pos polisi. Dengan segera ia arahkan moncong pistolnya ke aparat berseragam. Suara berondongan tembakan itu membuyarkan semua orang yang berkerumun di tengah jalan sekitar pos polisi. Situasi Thamrin seketika mencekam.
"Allahu Akbar… Allahu Akbar…," pekikan takbir terdengar di sana-sini. Semua orang lari tunggang langgang, ketakutan.
Namun, satu orang berbaju hitam bercelana bahan tergeletak di tengah jalan. Dia tertinggal saat yang lain menyelamatkan diri dengan mencari tempat aman. Laki-laki itu tergeletak bersimbah darah di sekitar kepalanya.
Sementara, Ali bergerak menuju halaman Starbucks. Ia melepaskan tembakan ke arah warga negara asing, Amer Quali Taher. Lelaki berkebangsaan Kanada itu pun meninggal di tempat. Ali lantas bergerak ke balik mobil Karo Ops Polda Metro Jaya Kombes Martuani di tengah jalan yang baru saja tiba. Ia menarik pelatuk pistolnya dan menembakkannya ke Budiono. Polisi berpangkat iptu itu pun terluka di bagian perut hingga menembus punggungnya.
**
Semua orang panik ketika desing peluru terdengar pertama kali. Orang-orang lari berhamburan. Dodi salah satunya. Suara tembakan itu bahkan tertangkap jelas dan terasa sangat dekat dari telinganya. Ia juga sempat menoleh ke arah datangnya sumber suara. Dan betapa kagetnya, pistol yang dipegang oleh penyerang itu berada hanya empat sampai lima meter dari tempatnya berdiri.
Lelaki asal Serang ini berlari sekencang-kencangnya menuju Jalan KH Wahid Hasyim arah Menteng. Sekuat tenaga ia berupaya menjauh secepatnya dari perempatan. Napasnya sampai tersengal-sengal, tapi tetap saja ia tertinggal dengan yang lain. Usianya sudah 53 tahun dan berbadan agak tambun. Dodi berprofesi sebagai sopir taksi di Jakarta.
Baju biru bergambar burung yang dikenakannya basah oleh keringat yang keluar dari tubuh. Ia mencari tempat untuk memastikan keamanan dirinya. Ketakutan tampak menyelimuti wajahnya. Dia akhirnya bersembunyi di bagian belakang gedung Sarinah bersama beberapa orang di sana. Saat itu, suara tembakan masih terdengar.
Ia mencoba menenangkan diri. Sekilas terbayang wajah seorang Afif yang sempat dilihatnya meski hanya sekelebat. Seorang pemuda memakai kaus dan bertopi. Memakai celana jins dan bersepatu ket. Kedua tangannya memegang pistol dan berjalan mundur sembari melepaskan tembakan. Ciri-ciri itu yang melekat dalam ingatannya. Dodi mengira, usianya baru dua puluhan tahun.
"Itu tadi yang nembak kaya di film-film, kok nggak takut dan tenang banget pas nembak," cerita Dodi kepada seseorang yang ada di sampingnya. Sementara, orang di sampingnya tak merespons dan tampak masih ketakutan. Mulutnya komat-kamit entah membaca apa dalam hatinya. Tapi, keringat dingin mengucur dari dahinya.
Tak lama kemudian, Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti dan beberapa anak buahnya datang. Mereka langsung bergerak melakukan pengamanan untuk mengendalikan situasi. Sementara, Afif bergerak mundur ke arah parkiran Starbucks, begitu juga Ali menuju ke tempat yang sama. Mereka berlindung di balik mobil putih yang terparkir di sana. Baku tembak antara kepolisian dan penyerang tak terhindarkan. Desingan peluru terdengar. Suasana saat itu mencekam.
Sementara, Untung Sangaji langsung merespons aksi teror mereka dengan mengokang pistolnya. Tak ada rompi antipeluru di tubuhnya. Hanya mengenakan kemeja putih. Kedua tangannya memegang erat pistol jenis FN kaliber 45. Dia bergerak melingkar dari arah kiri Starbucks. Untung bersiap memuntahkan peluru dari senjatanya. Bersama anak buahnya, Ipda Tamat Suryani, ia membidik Ali dan Afif yang bersembunyi di balik mobil.
Dia memerintahkan Tamat untuk membidik kaki Ali dan Afif untuk mengganggu konsentrasi mereka. Sementara, Untung yang berada di depan Starbucks terus mengarahkan lubang pistolnya ke arah badan Afif dan Ali. Jarak Untung dan kedua penyerang hanya belasan meter. "Tamat, magazine," teriak Untung meminta Tamat memberinya magazine yang berisi peluru penuh.
Afif dan Ali terkepung. Polisi terus menyerang mereka dari berbagai arah. Ali sempat tertembak kakinya dan terduduk. Mereka semakin terpojok. Keduanya akhirnya tewas dengan kombinasi ledakan bom yang dibawanya sendiri dan juga tertembus peluru polisi. Kondisi tubuh mereka mengenaskan. Tergeletak dengan luka di sekujur tubuh.
Aksi teror begitu cepat terjadi. Peristiwa teror di Thamrin berlangsung selama sekitar 22 menit. Selama 12 menit situasi dikuasai oleh para teroris, dan 10 menit serangan balik dari polisi. Ahmad Muhazan meledakkan diri di dalam Starbucks pukul 10.39 WIB. Lalu, 20 detik kemudian ledakan di pos polisi oleh bom bunuh diri Dian Juni Kurniadi. Dian merupakan salah seorang penghuni kos bersama Afif dan Ahmad yang dipanggil "Mas" oleh Matsani. Ledakan di pos polisi inilah yang membuat Rico Hermawan dan seorang warga sipil lainnya, yakni Sugito, kehilangan nyawa. Sementara, Anggun Kartikasari selamat. Tapi, tubuhnya terlukai oleh paku yang menancap akibat empasan bom.
Sebanyak delapan orang meninggal dalam aksi teror di kawasan Thamrin ini. Empat di antaranya terduga pelaku, dan empat lainnya warga sipil. Terduga pelaku, yakni Ali dan Afif, tewas dalam baku tembak, Ahmad Muhazan yang meledakkan diri di Starbucks, serta Dian Juni Kurniadi dalam bom bunuh diri di pos polisi. Empat warga sipil, yakni Rico dan Sugito meninggal di pos polisi, Rais tertembak di kepala di sekitar polisi, serta Amer Quali Taher di depan Starbucks. Sementara 26 lainnya mengalami luka, di antaranya Adi Saputro dan Mira. Oleh Mas Alamil Huda, ed Subroto
Source → Menelusuri Bom Thamrin (Bagian 5): 22 Menit yang Mencekam